Hukum Berkurban untuk Orang Meninggal : Pendapat Para Ulama
Berkurban adalah ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam, dengan hukum sunnah muakkad, yang berarti sangat dianjurkan tetapi tidak wajib bagi umat Islam. Namun, ada beberapa pengecualian dan ketentuan khusus terkait berkurban, terutama jika kurban tersebut ditujukan untuk orang yang telah wafat. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai hukum dan pandangan para ulama mengenai berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia.
Hukum Dasar Berkurban
أُمِرْتُ بِالنَّحْرِ وَهُوَ سُنَّةٌ لَكُمْ"Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian" (HR. At-Tirmidzi).
Berkurban untuk Orang yang Telah Meninggal
وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ وَلَا عَنْ مَيِّتٍ إنْ لَمْ يُوصِ بِهَا"Tiada sah berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani" (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, h. 321).
Pendapat ini didukung dengan alasan bahwa kurban adalah ibadah yang memerlukan niat, sehingga niat dari orang yang berkurban mutlak diperlukan. Tanpa niat dari orang yang berkurban, ibadah tersebut tidak dapat dilaksanakan atas nama orang yang telah meninggal, karena orang yang telah meninggal tidak lagi mampu untuk berniat.
Pendapat Ulama Lainnya
لَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ بِغَيْرِإذْنِهِ لَمْ يَقَعْ عَنْهُ (وَأَمَّا) التَّضْحِيَةُ عَنْ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُوالْحَسَنِ الْعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَالصَّدَقَةُ تَصِحُّ عَنْ الْمَيِّتِ وَتَنْفَعُ هُوَتَصِلُ إلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ"Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma' para ulama" (Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, h. 406).
Kesimpulan dan Praktik di Masyarakat
Dalam mazhab Syafi'i, pandangan pertama (tidak boleh berkurban untuk orang yang telah wafat kecuali ada wasiat) dianggap sebagai pandangan yang lebih sahih dan dianut oleh mayoritas ulama. Namun, pandangan kedua yang memperbolehkan kurban untuk orang yang telah wafat juga memiliki dukungan dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali. Bahkan, menurut mazhab Maliki, meskipun diperbolehkan, hal ini dianggap makruh.
Jika Anda dan keluarga ingin berkurban untuk orang tua yang telah meninggal dunia, berarti Anda mengikuti pandangan ulama yang kedua. Bahwa berkurban dalam hal ini dimaksudkan sebagai sedekah, yang mana sah dan bisa memberikan kebaikan serta pahalanya bisa sampai kepada orang yang telah meninggal dunia.
Untuk mempermudah pemahaman kita, berikut kami sajikan ilustrasi berbentuk diagram :
graph LR A[Berkurban] --> B[Sunnah Muakkad] B --> C[Untuk Diri Sendiri] B --> D[Untuk Orang Lain] D --> E[Tanpa Izin Orang yang Hidup] D --> F[Untuk Orang yang Telah Wafat] F --> G[Wasiat Ada] F --> H[Wasiat Tidak Ada] G --> I[Sah] H --> J[Tidak Sah Menurut Mazhab Syafi'i] H --> K[Sah Menurut Mazhab Lain] K --> L[Hanafi, Maliki, Hanbali] L --> M[Maliki: Makruh]
Dengan adanya perbedaan pendapat ini, kita sebagai umat Islam diajarkan untuk saling menghormati dan menjadikan perbedaan pandangan sebagai rahmat. Apapun keputusan yang diambil, niat untuk berbuat kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah adalah yang paling utama.
Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat membantu Anda dalam memahami hukum berkurban untuk orang yang telah wafat.
Posting Komentar