Rohingya di Aceh : Antara Mencari Hak Suaka dan Gejolak Politik

Daftar Isi
Etnis Rohingya di Aceh

Hai kaum muda, selamat datang di Jamaluddin.ID. Akhir - akhir ini, kehadiran Etnis Rohingya ke Aceh membuat kegaduhan yang luar biasa. Kejadian tersebut mengundang Atensi semua pihak untuk memberikan pandangan dan komentar. Sehingga menuai berbagai macam pandangan tentang sebab musabab kedatangan mereka, serta Akibat yang akan timbul dalam menangani kehadiran mereka. Tulisan ini adalah bagian dari salah satu pandangan tersebut, disini kita akan coba menganalisa tentang sebab kedatangan mereka dengan mengkaji Hak Suaka Politik dan menduganya sebagai suatu Gejolak Politik di Aceh.

Rohingya dan Hak Suaka Politik

Kita awali dengan membahas Hak Suaka Politik. Sebagaimana yang sudah diketahui, Hak Suaka Politik adalah sebuah konsep yuridis kuno, dimana seseorang yang teraniaya di negerinya sendiri, dapat dilindungi oleh otoritas berdaulat yang lain dalam hal ini berarti negara lain. Lebih konkretnya, Suaka politik merupakan salah satu hak asasi manusia, dan aturan hukum internasional. Seluruh negara yang menerima Konvensi Terkait Status Pengungsi PBB wajib mengizinkan orang yang benar-benar berkualifikasi datang ke negerinya. Kualifikasi dimaksud adalah orang - orang yang diperlakukan dengan buruk di Negerinya karena persoalan Ras, Kebangsaan, Agama, Opini Politik atau Keanggotaan Kolompok/Aktivitas sosial tertentu. 

Dari definisi tersebut, maka Rohingya sah disebut sebagai Pengungsi yang mempunyai Hak Suaka Politik. Karena jika dilihat dari kualifikasinya maka Etnis Rohingya termasuk orang - orang yang diperlakukan buruk di Negerinya karena Persolan Agama dan Opini Politik. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai sumber yang menjelaskan tentang Asal Mula Konflik Rohingya di Myanmar, salah satunya adalah yang menerangkan bahwa Pemerintah Myanmar tidak mengakui adanya Etnis Rohingya di Myanmar. Konflik pun mulai terjadi setelah Pemerintah Myanmar memberlakukan Burmanisasi, yaitu Kebijakan Pemerintah yang hanya mengakui adanya Agama Budha di Myanmar. Karena hal inilah maka sangat tepat jika kita simpulkan bahwa Etnis Rohingya berhak mendapatkan Hak Suaka Politik. 

Karena Etnis Rohingya memang memiliki Hak Suaka Politik, yang menjadi pertanyaan adalah Apakah Indonesia Wajib menerima dan menampung mereka ? untuk menjawab ini, kita perlu mengkaji apa yang mendasari sebuah Negara berkewajiban menerima pengungsi dengan Hak Suaka Politik ini. Persoalan ini dibahas dalam sebuah perjanjian multilateral pada tahun 1951 yang dikenal dengan Konvensi Pengungsi 1951 atau Konvensi terkait status pengungsi. Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa Negara yang ikut menandatangani Konvensi tersebut maka berkewajiban mengizinkan para pengungsi dengan Hak Suaka Politik tersebut untuk datang ke Negaranya. 

Jika kita membuka kembali Dokumen Konvensi tersebut, maka Indonesia tidak termasuk dalam Negara yang ikut terlibat di dalamnya. Sehingga dalam konteks ini, Indonesia tidak berkewajiban untuk mengizinkan Rohingya datang dan masuk ke Negaranya. Tetapi dari sisi lainnya yaitu Penyataan Umum tentang Hak Hak Asasi Manusia atau yang disebut dengan UDHR (Universal Declaration of Human Rights) yang diratifikasi pada 10 Desember 1948, maka Indonesia berkewajiban menerima Etnis Rohingya masuk ke Negaranya. Karena dalam Keputusan Menkopolhukam Nomor 99 Tahun 2020, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi 8 (depalan) dari 9 (sembilan) Konvensi utama HAM internasional. Salah satunya adalah Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Oleh karena inilah, berdasarkan Konvensi Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut maka Pemerintah Indonesia berkewajiban menerima Pengungsi Etnis Rohingya. 

Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari sisi Konvensi Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, serta Poin dalan MoU Helsinki tentang Hak Pemerintah Aceh dalam mengatur hubungan International, maka menerima kehadiran Etnis Rohingya di Aceh adalah suatu hal wajar dan sesuai dengan perundang - undangan jika dilakukan. Artinya, atas dasar kemanusiaan Pemerintah Aceh wajib menerima Etnis Rohingya dengan memberikan perlindungan agar tidak tertindas dan terdiskriminasi di Negaranya. 

Adapun Yang menjadi PR bagi pemerintah Aceh dalam menerima Etnis Rohingya hari ini adalah, memberikan kepastian tentang bentuk perlindungan seperti apa yang diberikan kepada Etnis Rohingya tersebut dan sampai kapan mereka akan dilindungi ? Karena ini adalah poin yang menjadi sumber keresahan masyarakat Aceh. Keresahan ini bukan tanpa dasar, hal utama yang mendasarinya adalah karena ditakutkan terjadinya Pendudukan Paksa di kemudian hari, yang akan mengakibatkan terjadinya konflik berkepanjangan.


Rohingya dan Gejolak Politik di Aceh

Kedatangan Rohingya di tengah Musim Politik menjadi dasar untuk kita mencurigai bahwa kedatangan mereka bisa jadi merupakan bagian dari Gejolak Politik. Dirangkum dari berbagai pendapat para Ahli, Gejolak Politik dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau gerakan yang dilakukan kelompok yang ingin mencapai suatu tujuan. Artinya, jika kita menduga Kedatangan Etnis Rohingya ke Aceh sebagai suatu Gejolak Politik, maka kita harus menduga pasti ada kelompok tertentu yang memiliki tujuan tertentu dibalik ini semua. 

Jika kita maknai politik sebagai Proses Pembentukan dalam Masyarakat yang berwujud sebagai suatu Keputusan Politik, maka Gejolak Politik yang bisa diduga dengan kehadiran Etnis Rohingya ke Aceh adalah gerakan untuk mempengaruhi suatu keputusan politik baik yang sudah berlaku maupun yang belum berlaku di Aceh. Dugaan Konkretnya, kehadiran Etnis Rohingya ke Aceh adalah upaya untuk mempengaruhi Keputusan Politik di Aceh. Lalu, keputusan politik apa yang ingin dipengaruhi ? dan siapa yang mendalanginya ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu mengkaji teori tentang Keputusan Politik dan melihat data Keputusan Politik yang ada di Aceh, agar kecurigaan kita memiliki dasar dan landasan yang kuat. 

Menurut Ramlan Surbakti (190:2007), Keputusan Politik dapat definisikan sebagai keputusan yang dipilih oleh lembaga pemerintahan yang bersifat mengikat, menyangkut dan mempengaruhi masyarakat umum, berdasarkan Alternatif yang ada sesuai dengan kewenangannya. Dari definisi ini, jika dugaan kita adalah tentang upaya untuk mempengaruhi keputusan politik, maka fokus kita adalah kepada Alternatif Keputusan Politik. Masih menurut Ramlan Surbakti, secara umum Alternatif Keputusan Politik dapat menjadi dua yaitu Kebijakan Umum dan Pejabat Pemerintah. 

Nah, dari teori tersebut kita sudah punya dua hal untuk mengerucutkan dugaan kita terhadap upaya gejolak politik yang mungkin saja terjadi dengan kedatangan Etnis Rohingya ke Aceh. Pertama, dapat kita duga bahwa kehadiran etnis rohingya sebagai upaya untuk mempengaruhi keputusan politik tentang Kebijakan Umum (Kebijakan Publik) di Aceh. Dan Kedua, Kehadiran Etnis Rohingya adalah upaya untuk mempengaruhi keputusan Penentuan Pejabat Pemerintah baik di level Pemerintahan Aceh maupun di Level pemerintahan lainnya. Kedua dugaan ini masih bersifat teoritis, artinya dibutuhkan data, fakta dan informasi yang akurat di lapangan untuk membuktikan bahwa dugaan ini memang benar adanya. 

Terlepas dari Data, Fakta dan Informasi untuk membuktikan dugaan tersebut, kita sudah bisa melakukan antisipasi dan pencegahan terhadap upaya Gejolak Politik yang mungkin saja terjadi dengan kedatangan Etnis Rohingya ini. Jika dengan kehadiran Etnis Rohingya, ada indikasi yang mengarah kepada upaya untuk mempengaruhi Kebijakan Publik dan atau penentuan Pejabat Publik yang merugikan masyarakat Aceh, maka kita harus dengan tegas mengambil sikap "Menolak dan Mengusir" mereka dari Tanah Aceh. Wallahu A'lam.

Posting Komentar